
24/04/2025
Tuanku Hasyim menjadi Wali (Vinceroy) Sultan Aceh di Sumatera Timur
Setelah ayahnya, Laksamana Tuanku Abdul Kadir, meninggal dunia, Tuanku Hasyim Bangta Muda ditunjuk oleh Sultan Aceh untuk menjadi panglima di Aceh Timur dengan daerah yang meliputi Simpang Ulim dan Langkat. Sebagaimana diketahui Laksamana Tuanku Abdul Kadir semasa hidupnya diserahi kepercayaan perwalian Aceh Timur dan Langkat.
Pada tahun 1858 karena kebijaksanaan dan kecakapannya, Tuanku Hasyim Bangta Muda diangkat menjadi Wali Sultan Aceh di daerah Sumatera Timur dan wilayahnya meliputi Deli dan Serdang. Dengan memasukkan Sumatera Timur, wilayahnya sekarang terbentang dari Aceh Timur yaitu dari Simpang Ulim sampai ke Serdang, untuk mempertahankan wilayah ini, ia mengatur basis pertahanan pada tempat yang strategis dan kemudian menyusun kekuatan sebagai pertahanan pada garis terdepan, untuk basis pertahanan ini ia memilih p**au Kampai. Pulau Kampai dibangun sedemikian rupa sehingga merupakan benteng yang terkuat . Hal ini karena p**au Kampai terletak pada jalur pelayaran di Selat Malaka. Dengan memperkuat p**au ini, wilayah Aceh pada bagian Timur akan dapat dibendung dari kemungkinan serangan laut musuh.
Untuk membangun kemakmuran rakyat, ia mememerintahkan kepada rakyat untuk menanam lada. Dengan hasil pertanian lada kehidupan rakyat lebih meningkat dan sekaligus menambah penghasilan negara, Kota-kota pantai sepanjang wilayahnya menjadi lebih ramai akan perdagangan lada, dalam beberapa tahun saja jalur perdagangan makin menjadi luas dan pedagang Aceh telah menempatkan agen-agennya di Penang.
Dalam taktik dan siasat perang Tuanku Hasyim membentuk sebuah badan yang disebut panitia delapan dengan ketuanya ditunjuk Tengku Paya, orang penting yang dekat dengan Tuanku Hasyim, ia sengaja didatangkan dari Aceh Besar ke Aceh Timur dalam merintis penanaman lada. Panitia delapan mempunyai agen tetap yang berkedudukan di Penang. Tugasnya yang paling berat di samping perdagangan juga menyiasati gerak-gerik Belanda di Selat Malaka.
Pada zaman pemerintahan Sultan Alaidin Mansyur Syah, Belanda telah memulai usaha untuk mencaplok wilayah Aceh pada bagian Timur yang kemudian mereka berhasil menduduki Siak. Kemudian Belanda mengirimkan utusannya untuk menemui Sultan Aceh dengan maksud akan mengikat persahabatan, tetapi dibalik itu Belanda secara diam-diam telah memulai aksinya dengan membujuk Sultan Siak. Hasilnya sangat merugikan Aceh, karena wilayah Sumatera Timur yang berada dalam kekuasaan Sultan Siak termasuk Tanah Putih sampai Tamiang mengakui kedaulatan Belanda.
Konflik Aceh dan Belanda di Sumatera Timur (TELUK ARU)
Demikianlah dalam tahun 1853 Tuanku Hasyim Bangta Muda telah diserahi tugas yang berat. Untuk ini segala persoalan yang terjadi di wilayah Aceh Timur akan menjadi tanggung-jawabnya. Setelah Belanda berkuasa di Sumatera Timur, banyak daerah yang mulai ragu akan kekuatan Aceh dan berusaha melepaskan diri. Menghadapi hal ini Tuanku Hasyim berusaha menanamkan kepercayaan pada rakyat, bahwa wilayah tersebut merupakan daerah kekuasaan Aceh yang penuh. Dalam kegiatan ini raja-raja kecil yang telah bimbang kepercayaannya dapat diinsyafkan kembali, maka dapat ditarik kembali ke pihak Aceh.
Melihat gerak-gerik ini Tuanku Hasyim meningkatkan kegiatannya. Benteng-benteng pertahanan diperkuat, alat perlengkapan perang ditambah. Untuk memperlengkapi alat persenjataan beliau berusaha memasukkan senjata dari Penang sebanyak 15,000 (lima belas ribu) pucuk senapan dan beribu peti peluru yang dibeli dengan cara barter.
Dalam strategi pertahanan benteng-benteng terus dibangun, sebagai rangka dalam menghadapi kemungkinan serangan Belanda. Siasat Tuanku Hasyim untuk mematahkan semangat para tokoh yang cenderung memihak pada Belanda, ialah memulai serangan terhadap Belanda.
Adapun orang yang memihak pada Belanda seperti Pangeran Musa Langkat dapat disadarkan dengan jalan mengawini anaknya yang bernama Tengku Ubang. Dengan demikian Pangeran Musa Langkat menjadi mertua Tuanku Hasyim. Biarpun begitu Tuanku Hasyim akan selalu berhati-hati terhadap Pangeran Musa Langkat.
Begitu juga Sultan Muhammad Syekh atau Mat Syekh dapat diinsafkan dan kemudian dapat dijadikan kawan yang baik untuk menghadapi Belanda yang akan menduduki daerah Langkat. Di daerah Tamiang Sultan Muda yang berpihak kepada Pangeran Musa digantikan dengan Raja Bendahara menjadi Raja Seruay. Dengan demikian dapatlah dibasmi musuh dalam selimut oleh Tuanku Hasyim.
Setelah semua dapat dipulihkan, Tuanku Hasyim mengarahkan pandangannya untuk memperkuat p**au Kampai sebagai pertahanan terdepan. Pulau Kampai adalah merupakan pelabuhan dan pertahanan yang strategis di daerah Langkat, untuk menghadapi serangan Belanda ia memperkuat kubu pertahanan dengan dilengkapi peralatan yang cukup. Hal ini dapat berjalan lancar, karena penguasa p**au ini juga adalah orang Aceh yang diangkat Cut Bugam oleh Raja Tamiang, Raja ini bernama Nyak Asan, ia diangkat sebagai pengganti ayahnya. Pada mulanya benteng ini dibangun oleh laksamana Tuanku Abdul Kadir, oleh sebab itu Tuanku Hasyim hanya memperhaharui dan menambah perlengkapan yang diperlukan.
Kemudian beliau membangun lagi benteng pertahanan di Tanjung Pura, Gebang, Besitang, Pangkalan Siata, Bentong Bugak, Pasir Putih, Tualang dan Manyak Payed. Untuk mengepalai benteng-benteng ini diangkat seorang pemimpin yang dikoordinir langsung oleh Tuanku Hasyim. Ia sendiri bermarkas di benteng Pulau Kampai, dengan dibantu oleh Panglima Raja Itam, Adik kandung Tuanku Hasyim, dan Panglima Teuku Cut Latif. Dengan demikian pertahanan-pertahanan Aceh di bagian Timur telah teratur rapi.
Dalam tahun 1862 Tuanku Hasyim secara diam-diam bergerak menuju Batubara untuk menawan Datuk Bungak yang memihak kepada Belanda. Kemudian ia meneruskan perjalanannya ke Bengkalis untuk menemui Asisten Residen Belanda, Arnold. Tujuannya ialah untuk membicarakan beberapa daerah di Sumatera Timur yang melepaskan diri dari Aceh dan mereka yang telah memihak kepada Belanda. Dalam pembicaraan ini Tuanku Hasyim merasa dirugikan, karena rupanya p**au Kampai telah disediakan untuk basis penyerangan Belanda terhadap wilayah Aceh.
Tiga bulan kemudian Belanda mengirimkan Raja Burhanuddin untuk menyelidiki situasi di Sumatera Timur, dan dalam waktu yang bersamaan datang p**a Wetscher dengan ka pal perang Belanda dengan tujuan untuk menyerang langkat, tetapi penyerangan dapat dipatahkan oleh Tuanku Hasyim. Kegagalan Belanda pada penyerangan ini mengurangi kepercayaan Belanda pada Pangeran Langkat, karena Pangeran Langkat tidak menepati janji yang dibuatnya dengan pihak Belanda. Hal demikian disebabkan tindakan Tuanku Hasyim yang lebih cepat dan lebih cekatan. Karena itu untuk kedua kalinya Netscher merasa perlu mengunjungi Pangeran Langkat, tetapi tiada membawa hasil yang diharapkan. Kunjungan ini tidak mendapat tanda tangan persetujuan kedua belah pihak. Sesungguhnya Sultan Langkat akan mendirikan Kerajaan Langkat, tetapi terbentur, karena Langkat masih bernaung di bawah Aceh. Oleh sebab itulah maka Pangeran Langkat mau bekerja sama dengan Belanda untuk melepaskan diri. Akan tetapi yang menjadi persoalan ialah tentang wilayah Tamiang. Kejuruan Tamiang sendiri menentang masuknya kekuasaan Belanda. Karena pengaruh Tuanku Hasyim. Sebab itulah maka kekuasaan Pangeran Langkat menjadi lemah. Karena itu Belanda membentuk Kesultanan Langkat dengan tidak menggabungkan Tamiang dan Aru, sedang teluk Aru merupakan pusat kekuatan, terletak di p**au Kampai yang telah diperkuat oleh Tuanku Hasyim.
Pada tahun 1863 Residen Belanda mencoba sekali lagi menyelesaikan masalah Langkat. Ia datang dengan perlengkapan perang dan dua kapal, dengan tujuan memukul kekuatan Tuanku Hasyim. Tetapi karena kuatnya pertahanan Aceh, Belanda tak dapat mendekati p**au Kampai. Bahkan mereka disambut dengan tembakan meriam, sehingga pasukan Belanda terpaksa mundur kembali.
Rupanya Netscher tidak berputus asa merebut p**au Kampai. Pada penyerangan ini ia mcngikutsertakan Raja Burhanuddin sebagai penyelidik pertahanan Aceh. Tetapi melihat kekuatan Tuanku Hasyim yang menantinya, mereka mengubah haluan kapalnya kembali. Dari jauh mereka memperhatikan bendera Aceh berkibar dengan megah. Kemudian mereka menunjukan arah kapalnya ke Bengkalis.
Benteng Pulau Kampai yang dibangun Tuanku Hasyim telah empat kali mendapat serangan dari Belanda, tetapi dapat digagalkan oleh pejuang Aceh. Begitu juga penyerangan Belanda dari darat dan laut terhadap langkat dapat dipatahkan oleh Pasukan Tuanku Hasyim dan juga penyerangan Netscher kedua kalinya ke Sumatera Timur dapat digagalkan.
Setelah beberapa kali Belanda mengalami kegagalan, kemudian mereka mengirim mata-mata untuk menyelidiki gerak-gerik dan benteng pertahanan Tuanku Hasyim.’ Begitu Belanda mendapat kabar, bahwa Tuanku Hasyim sedang berada di pusat atas panggilan Sultan Aceh, maka Belanda segera mengerahkan kekuatannya menyerang Pulau Kampai, waktu itu pimpinan pertahanan Pulau Kampai diserahkan kepada Tuanku Itam yang dibantu oleh Teuku Cut Latif. Serangan yang cepat itu berhasil dan Belanda dapat merebut benteng p**au Kampai pada tahun 1865.
Sesudah jatuhnya benteng Pulau Kampai ke tangan Belanda sekembalinya Tuanku Hasyim dari pusat, ia memindahkan pusat kekuatannya ke Manyak Payed. Kemudian ia membangun dan menyusun kekuatannya. Selanjutnya ia meningkatkan kegiatan Panitia delapan demi kepentingan perang. Adapun tugasnya, selain perdagangan, yang lebih penting ialah mengawasi kegiatan Belanda di Selat Malaka dalam usahanya menyerang Aceh. Atas usaha Tuanku Hasyim yang gigih dan ulet beliau dapat membendung serangan Belanda dari darat selama kurang lebih lima belas tahun.
(Source: Tengku Puteh)
Sumber: Teuku Dahlan Shah
https://www.facebook.com/share/p/1AcuSvZRXk/