
22/05/2025
BOLEHKAH RINDU MACHU PICHU??
Apakah ini yang disebut magnet? Ada rindu untuk kembali. Meski belum lama ia didatangi.
Jujur saja, hingga kepulangan di tanah air dan baru beberapa minggu menghidup oksigen tanah kelahiran, eksotisme Machu Pichu masih menghantui dan menjadi misteri yang terus mengaduk kepala. Perasaan itu masih ada meski sudah sekian tahun berlalu. Rindu Machupichu menggedor bertalu-talu.
Pertanyaan pertama, bagaimana caranya Suku Inca bisa membangun komplek semegah itu? Di ketinggian 2600 dpl, di atas puncak gunung yang kanan kirinya jurang menganga sedalam 2 km?
Machu Pichu adalah kompleks kerajaan Suku Inca yang hilang. Komplek bangunannya tak kurang dari 30.000 m2. Di atas pegunungan Andes Peru. Ketinggian ini setara tingginya puncak Gunung Merapi. Dingin. Selalu berawan. Hampir tak terlihat matahari setiap hari.
Tidak mudah memang untuk sampai di sana. Boleh disebut untung-untungan. Mengapa? Karena faktor cuaca. Jika cuaca tiba-tina buruk maka pesawat akan betal terbang dari Lima (ibukota Peru) menuju Cusco (kota terbawah dari Machu Pichu).
Bagaimana Suku Inca bisa membangun kompleks kerajaan di puncak gunung yang sangat tinggi itu? Di ketinggian yang luar biasa. Yang jika kita membayangkan dari posisi kita sekarang, 1000 tahun yang lalu tentu tidak ada teknologi apa-apa. Ataukah malah teknologinya justru sudah lebih canggih. Itu pertanyaan keduanya.
Itulah yang saya sebut misterius tadi. Misterius atau mistis ya? Bagi saya Machu Pichu ini lebih misterius dari Candi Borobudur di Magelang atau Piramida Giza di Mesir. Borobudur atau Giza masih bisa dinalar, karena keduanya dibangun di daratan, di lembah, bukan di puncak gunung. Batu-batu besarnya mungkin ditarik dengan kuda atau kereta beroda. Atau cukup didorong beramai-ramai oleh ratusan orang. Masuk nalar.
Tapi, Machu Picchu, bagaimana mungkin?
Bagaimana teknik membawa batu-batu raksasa itu ke puncak gunung? Misterius! Apakah menggunakan teknologi canggih ataukah dibantu makhluk-makhluk tak kasatmata?
Konon Machu Pichu dibangun di kisaran tahun 1.400. Bisa jadi terbangun jauh sebelum itu. Arkeolog hanya memperkirakan. Semua masih misteri besar! Tak ada catatan atau prasasti yang bisa firm memastikannya. Hanya kira-kira saja.
Adalah Prof Bigham dari Yale University of Amerika yang menemukannya pertama kali ketika sejarawan itu menelusuri pegunungan Andes. Seorang anak kecil dari penduduk lokal menunjukkan padanya ada sebuah kompleks bangunan kuno yang masih utuh yang berada di puncak gunung. Peristiwa ini terjadi pada sekitar tahun 1911.
Sejak itulah Hiram Bigham disebut sebagai penemu Machu Pichu. Meski sebutan itu diprotes oleh banyak orang Peru. Karena, sebelum Bigham menemukan situs itu, penduduk setempat sudah tahu, hanya saja tidak berani mendekatinya. Bahkan penduduk aslilah yang menunjukkan lokasi itu kepada Bigham.
Bagaimana kalau kita mau traveling ke Machu Pichu. Yang masuk dalam salah satu dari 7 Keajaiban Dunia itu. Yang menjadi mimpi hampir semua traveler dunia? Minimal sekali seumur hidup bisa ke sana!
Untuk sampai ke Machu Pichu, kita harus ke Lima dulu, ibukota Peru. Dari Lima kita harus mencari penerbangan lokal menuju kota Cusco. Kota ini juga di atas gunung. Di ketinggian hampir 2000 m dpl. Sangat dingin. Kalau malam bisa tembus lima derajat. Ini adalah kota titik awal kalau mau pergi ke Machu Pichu.
Dari Lima hanya butuh waktu satu jam terbang. Hanya ada dua maskapai yang mempunyai rute ke Cusco. Keduanya hanya punya dua kali penerbangan, pagi dan siang. Kalau sore sudah tidak ada penerbangan ke Cusco karena kabut tebal pasti sudah menutupi kota. Tak ada pilot yang berani menerbangkan pesawatnya.
Sebagian besar traveler menginap semalam di Cusco yang dingin. Sambil mencari informasi paket perjalanan wisata menuju Machu Picchu. Tiap hotel biasanya langsung menawarkannya.
Agar bisa menikmati puncak Machu Picchu agak lama, pilih keberangkatan kereta pertama, jam lima pagi subuh. Jadi, jam empat sudah harus siap-siap, sewa taksi menuju stasiun kereta Machu Picchu Exlusive Train. Perjalanan ke stasiun memakan waktu sekitar setengah jam.
Jam 05.00 kereta api yang semua dinding samping dan atapnya adalah kaca tembus pandang ini berangkat tepat waktu. Perlahan. Semua penumpang akan diberi sarapan jagung rebus dan kentang goreng.
Kita tahu bahwa jagung dan kentang adalah komoditas terbesar Peru di sektor agribisnis. Bahkan varietas jagungnya adalah terbanyak di dunia, sekitar 1.200 varietas. Dari yang warnanya merah, kuning, hitam, putih, hingga warna warni. Saya juga baru tahu ketika sudah di Peru.
Kereta akan bergerak mengitari pegunungan Andes menuju kaki Machu Pichu. Berjalan pelan sambil mengajak penumpang menikmati alam pegunungan yang perawan sambil mengamati matahari yang terbit perlahan. Tiga jam sampailah kita di stasiun tujuan, di kaki Machu Pichu. Lega pastinya.
Tapi, perjalanan belum sampai di ujungnya. Keluar dari stasiun kereta, kita langsung ketemu terminal bus wisata. Saatnya membeli tiket bus yang akan membawa ke puncak sana. Kalau masih pagi, membeli tiket bus ini tidak perlu antre. Beli tiketnya dengan dolar setelah itu baru boleh naik ke bus. Tiketnya langsung beli PP.
Kita akan diangkut ke atas dengan bus ini sekitar satu jam perjalanan. Berliku-liku mengitari punggung gunung. Bagi yang nggak kuat tentu bisa pusing atau bahkan muntah. Untung kita ini backpacker tangguh, yang ada hanya ketawa-tawa saja. Gilak ini obyek wisata. Ngeri banget jalannya.
Sampai di pintu gerbang Machu Pichu, semua penumpang turun. Yang sudah punya tiket masuk wisatanya bisa langsung naik menuju puncak komplek. Bagi yang belum punya tiket, bisa beli di konter tiket. Jalan kaki menuju puncak memakan waktu setengah jam jalan kaki. Siapkan tongkat biar nggak terlalu capek saat jalan mendaki, dan tentu saja jangan lupakan sebotol air minum untuk melepas dahaga karena keringat akan bercucuran selama pendakian.
Puas menikmati Machu Picchu, minimal butuh tiga jam untuk menyusuri semua kompleks, pengunjung bisa langsung turun. Keluar dari pintu gerbang, bus sudah disiapkan membawa kita turun ke stasiun kereta. Bagi yang ingin menikmati Machu Pichu di malam hari, biasa menginap semalam di banyak hotel yang berjajar di sekitar stasiun. Bagi yang sudah puas tentu bisa langsung masuk kereta api dan kembali ke Cusco. Menempuh perjalanan balik sekitar tiga sampai empat jam lagi. Dalam gelap malam. Dalam kereta kaca yang sudah tak bisa lihat lagi pemandangan apa-apa selain langit yang muram.
Jadi, untuk menikmati Machu Pichu tiga jam itu ternyata kita butuh perjuangan dan perjalanan yang begitu berat. Berangkat pagi subuh jam 4, sampai lagi di hotel jam 11 malam. Lama banget di perjalanannya. Byuuuhhh, cuapeknya luar biasa, tapi puasnya juga luar biasa. Puncak perjalanan traveling yang menjadi impian para backpacker dan traveler itu sudah tercapai. Dengan segala s**a dukanya.
Dan satu lagi, dengan tetap menyisakan misteri. Mesteri yang belum terjawab sampai hari ini. Siapa yang membangun Machu Picchu? Bagaimana Machu Picchu dibangun? Bahkan kapan sebetulnya Machu Picchu dibangun? Tapi, apapun itu. Biarlah, Machu Pichu akan menjadi misteri yang abadi.
Saat saya ke Machupichu itu saya sengaja membawa dua paspor. Paspor lama dan Paspor baru. Paspor lama yang sudah expired itu memang sengaja saya bawa untuk nantinya mau saya mintakan cap Imigrasi Machupichu di salah satu halamannya. Kalau di Paspor baru kan tidak boleh dan malah dikategorikan pelanggaran. Corat coret saja tidak boleh apalagi dicap oleh stempel imigrasi tidak resmi. Itulah sebabnya saya bawa Paspor lama untuk dicap petugas. Sebagai pertanda saya memang telah berkunjung ke salah satu dari keajaiban dunia ini. Capnya asli dan artinya saya memang bener-bener alumni pengunjung Machupichu, sebuah kerajaan yang hilang secara misterius (warganya dan sejarahnya).
Jangan lupa langsung share ya Gaes... Tidak perlu ijin karena saya bukan staf yang bekerja di bagian perijinan apalagi di Dinas Perijinan