06/06/2025
Stop!š„
Polemik Booking Lokasi Kemah Rinjani: Mungkin ini dapat menjadi solusi
Masih ramai dan ternyata tidak hanya terjadi di Rinjani saja, tetapi juga di destinasi pendakian lainnya di Indonesia.
Sebagai rumah bagi ratusan gunung berapi yang membentang di sepanjang Cincin Api Pasifik, Indonesia menawarkan panorama alam yang luar biasa dan menjadi surga bagi para pendaki. Namun, di balik keindahan itu, muncul berbagai polemikāmulai dari isu lingkungan dan keberlangsungan ekosistem, runtuhnya āadabā pendakian tradisional yang sakral, hingga persoalan kebersihan kawasan serta persaingan bisnis pendakian yang cukup sengit. Bahkan sampai ada oknum yang merasa memiliki hak lebih daripada orang lain atas kawasan umum milik negara yang jelas jelas ditentang oleh undang undang.
Tetapi, kita tidak bisa terus saling menyalahkan. Sebaiknya, mari kita coba memikirkan solusiādengan menjadikan pendakian Gunung Rinjani sebagai contoh kasus, karena awal viralnya dari sana. š
Saat ini, kuota pendakian gunung Rinjani melalui 6 jalur resmi telah ditetapkan, sebagai berikut:
Senaru: 150 orang/hari
Sembalun: 150 orang/hari
Torean: 100 orang/hari
Aik Berik: 100 orang/hari
Timbanuh: 100 orang/hari
Tete Batu: 100 orang/hari
Total kuota keseluruhan: 700 orang per hari.
Berbicara tentang jumlah kuota tidak mungkin bisa lepas dari ketersediaan lahan di masing masing lokasi camp baik di Plawangan maupun di Segara Anak. Menurut kami, dalam konteks ini, tata kelola berbasis tata ruang dan pemetaan sistematis menjadi kunci solusi: Sistem Zonasi dan Penomoran Plot Tenda Yang Terintegrasi dalam Tiket Pendakian.
Langkah pertama adalah memastikan masing-masing jalur pendakian memiliki titik kemah resmi yang sesuai dengan allotment kuota yang diberikan. Contoh:
Jalur Aik Berik memiliki kuota 100 orang per hari. Jika 1 tenda digunakan untuk 2 orang, maka akan diperlukan 50 tenda. Dengan asumsi ukuran tenda 2x2 meter atau 4 m² sebagai kesepakatan, maka Aik Berik memerlukan lokasi yang dapat menampung 100/2 = 50 tenda. Total lahan datar yang diperlukan untuk mengakomodir 50 tenda dikali 4 m² yaitu 200 m². Cukupkah segitu?
Kita tidak mungkin mengabaikan kebutuhan lahan untuk fasilitas umum seperti:
Toilet dan MCK sekitar 30 meter²
Shelter umum atau area makan dan berteduh sekitar 40 m²
Dapur umum sekitar 30 m²
Area sirkulasi dan jalan setapak antar tenda serta buffer sekitar 100 m².
Jadi, total kebutuhan lahan adalah 200 + 30 + 40 + 30 + 100 = 400 m².
Kalau ingin lebih nyaman, ukuran petaknya bisa dianaikkan menjadi 2x3 atau 6 m², sehingga kalkulasinya akan menjadi: 50 x 6 m² = 300 m².
Jika ukuran fasilitas umumnya tetap, maka 300 m² + 200 m² = 500 m².
Jadi, Pelawangan Aik Berik memerlukan minimal 500 m² lahan datar untuk mendukung aktivitas kemah dan fasilitas umum bagi 100 pendaki per hari.
Plawangan Sembalun dan yang lainnya pun demikian, harus disesuaikan dengan allotment kuota yang didapatkan. Kemudian untuk titik kemah utama di Danau Segara Anak, tinggal di hitung sesuai dengan formula di atas.
Setelah melakukan pemetaan ini, area bisa dibagi menjadi blok-blok atau petak bernomor, seperti sistem nomor kursi seperti di bioskop, pesawat atau kamar hotel. Numerasi lokasi tenda ini dapat dicetak langsung di dalam tiket pendakian.
Dengan sistem ini, setiap pendaki sejak membeli tiket sudah dapat mengetahui: Di mana lokasi tenda, nomor plot tenda, dan siapa yang akan berada di sekitar mereka.
Jika dapat direalisasikan, tidak akan ada lagi rebutan lokasi, tidak ada tenda yang saling bertumpuk, dan tidak ada konflik karena klaim lokasi duluan. Semua rapi, transparan, dan jelas semenjak tiket di issue.
Keuntungan lain dari Sistem Ini:
1. Efisiensi dan Ketertiban: Pendaki tidak perlu terburu-buru mengejar tempat kemah. Semua tahu posisinya, sehingga perjalanan menjadi lebih tenang, aman dan nyaman.
2. Pengawasan dan Keamanan: Petugas dapat dengan mudah mengawasi jumlah tenda dan posisi masing-masing kelompok, serta memastikan tidak ada kelebihan kuota.
4. Pengelolaan Sampah dan Lingkungan Lebih Mudah: Karena tenda berada di zona yang telah dipetakan, pengelolaan limbah, fasilitas MCK, dan kontrol dampak lingkungan dapat dilakukan lebih sistematis.
Mari hindari polemik di kawasan pendakian yang notabene beresiko terhadap keamanan dan keselamatan. Jangan sampai demi alasan keamanan, dan kenyamanan diri, kita rela mengorbankan keamanan dan kenyamanan orang lain hanya karena alasan āsaya warga lokal,ā āsaya sudah booking duluan,ā dan saya lebih berhak atas tanah milik negara.
Sudah saatnya keamanan dan kenyamanan bersama ditetapkan melalui manajemen kuota yang baik dan presisi, sesuai dengan daya tampung lokasi yang sudah dipetakan, dikelola sesuai dengan numerasi plot/blok yang didigitalisasi pada tiket pendakian.
Mungkin ada yang memiliki solusi berbeda?