29/10/2024
Hanya karena persoalan dukung mendukung calon pemimpin dalam Pilkada, banyak diantara kita yg jadi fanatik buta.
Orang-orang seperti ini cenderung jadi hipokrit alias munafik. Di satu sisi, mereka seperti terlihat senang ketika ada beberapa pejabat pemerintah daerah yg secara "aneh dan tiba-tiba" diperiksa oleh Pihak Kepolisian, dan menganggap seolah-olah para pejabat ini sudah pasti terbukti melanggar hukum. Tapi yg lucu, di sisi lain, orang-orang ini dengan bangga menunjukan dukungan kepada figur calon pemimpin yg memiliki rekam jejak masa lalu yg buruk, bahkan ada yg sudah pernah jadi terpidana kasus korupsi.
Terkait pemeriksaan beberapa pejabat pemerintah daerah oleh Kepolisian, di masyarakat timbul pertanyaan- pertanyaan; kenapa baru sekarang diperiksa? Kenapa pemeriksaan justru dilakukan di masa-masa sensitif jelang pilkada? Kenapa polisi tidak "menunda" pemeriksaan hingga lewat masa pilkada dan ber-fokus saja ke soal pengamanan pilkada? Pilkada ini adalah pilkada serentak, dilakukan bersamaan di seluruh Indonesia, termasuk di 15 kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Tentu polisi butuh energi besar untuk mengamankan jalannya proses politik ini. Kenapa Kepolisian justru "tambah-tambah urusan" dengan melakukan pemeriksaan pejebat pemerintah daerah dengan dalih pengumpulan barang bukti justru disaat jelang Pilkada? Atau kenapa Polisi tidak berfokus saja pada kasus-kasus lain yg saat ini juga sedang ditangani oleh Kepolisian? Ini adalah pertanyaan yg muncul di masyarakat yg harus di jawab oleh kepolisian.
Masyarakat tentu mendukung upaya kepolisian dalam melakukan langkah preventif/pencegahan pelanggaran hukum maupun upaya penegakkan hukum. Tapi masyarakat juga memiliki hak untuk mengingatkan bahwa polisi harus memiliki sense of crisis dan sense of social responcibilty; memandang situasi saat ini sebagai sebuah situasi sensitif yg perlu disikapi dengan bijaksana, perlu dijaga kondusifitasnya. Dalih proses "Pengumpulan bahan bukti" terhadap kasus dana hibah pemerintah kepada salah satu sinode gereja yg terbesar di sulawesi utara berpotensi menimbulkan ketersinggungan di kalangan jemaat gereja tersebut, bahkan di beberapa komunitas masyarakat apa yg dilakukan oleh kepolisian sudah menjadi keresahan tersendiri dan menimbulkan kesan kritis dari masyarakat. Tentunya ini bisa berdampak pada situasi sosial yg tidak kondusif. Tentu hal ini tidak kita inginkan terjadi, apalagi menjelang pilkada. Tapi, marilah kita mendukung dan mengawal secara kritis apa yg dilakukan oleh pihak Kepolisian dengan harapan proses yg sedang dijalankan ini dilakukan tanpa tendensi diluar kepentingan penegakkan hukum semata.
Sementara itu, bagi kita masyarakat mari memandang pilkada ini sebagai pesta demokrasi, bukan perang demokrasi, bukan kelahi demokrasi. Mari kita ciptakan iklim ber demokrasi yg sehat, senang, tenang dan riang gembira. Tentu saja hal itu tidak berarti kita bisa dengan asal asalan memilih pemimpin. Kita semua bertanggung jawab menjaga demokrasi dan menjaga kualitas hasil dari proses demokrasi itu sendiri. Salah satu nya dengan melakukan telaah rekam jejak masing2 calon pemimpin. Pilihlah pemimpin yg memiliki jejak masa lalu yg bersih, kredibilitas dan integritasnya teruji dan tentu saja anti korupsi. Pilihlah pemimpin yg sudah terbukti berhasil "memimpin", minimal dia telah terbukti berhasil memimpin keluarga nya. Karena, keluarga yg sukses dan maju adalah kunci kesejahteraan dan kemajuan daerah, bangsa dan negara.