08/02/2025
Peristiwa Dakwah Nabi Muhammad di Thaif
Pada tahun ke-10 kenabian, setelah mengalami penolakan dan tekanan dari kaum Quraisy di Mekah, Rasulullah ﷺ memutuskan untuk mencari dukungan di luar kota. Salah satu tempat yang beliau tuju adalah Thaif, sebuah kota sekitar 60 km dari Mekah yang dihuni oleh suku Tsaqif. Nabi ﷺ pergi ke sana bersama Zaid bin Haritsah, dengan harapan penduduk Thaif akan menerima dakwah Islam dan mungkin melindungi beliau dari tekanan Quraisy.
Sambutan Penduduk Thaif
Sesampainya di Thaif, Nabi ﷺ menemui tiga pemimpin utama suku Tsaqif:
1. Abdu Yalail bin Amr
2. Mas’ud bin Amr
3. Habib bin Amr
Namun, bukan hanya menolak ajakan Rasulullah ﷺ, mereka juga memperolok-olok dan menghina beliau. Mereka berkata, “Kalau memang engkau diutus oleh Allah, mengapa Dia tidak mengirim utusan yang lebih layak?” Salah satu dari mereka bahkan mengatakan bahwa jika Nabi ﷺ benar-benar seorang rasul, maka dia lebih baik tidak berbicara dengannya, dan jika Nabi ﷺ seorang pendusta, maka dia tidak mau meladeni orang semacam itu.
Pengusiran dan Pelecehan
Tak hanya penolakan, penduduk Thaif juga menghasut anak-anak dan budak untuk melempari Rasulullah ﷺ dengan batu dan kotoran. Akibatnya, tubuh Nabi ﷺ terluka dan berdarah, hingga sandal beliau berlumuran darah. Zaid bin Haritsah berusaha melindungi beliau, tetapi juga terkena lemparan batu.
Dalam keadaan terluka dan penuh kesedihan, Nabi ﷺ akhirnya keluar dari Thaif dan berhenti di sebuah kebun milik Utbah dan Syaibah, dua orang Quraisy dari Bani Rabi’ah. Di tempat ini, Rasulullah ﷺ berdoa dengan penuh kesedihan:
“Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahan kekuatanku, sedikitnya pertolonganku, dan kehinaanku di mata manusia. Wahai Tuhan yang Maha Pengasih, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah, Engkaulah Tuhanku… Jika Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli dengan semua ini.”
Pertolongan Allah dan Peristiwa Malaikat Jibril
Melihat penderitaan Nabi ﷺ, Allah mengutus Malaikat Jibril, yang menawarkan untuk membinasakan penduduk Thaif dengan menimpakan gunung kepada mereka. Namun, Nabi ﷺ menolak hukuman tersebut dan berkata, “Jangan. Aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang akan menyembah Allah.”
Dukungan dari Addas
Di kebun tempat beliau beristirahat, seorang budak bernama Addas, yang beragama Nasrani, membawakan anggur untuk beliau. Nabi ﷺ lalu mengucapkan “Bismillah” sebelum makan, yang membuat Addas terkejut karena itu bukan kebiasaan orang Arab. Setelah berbincang dengan Rasulullah ﷺ, Addas menyadari bahwa beliau adalah utusan Allah dan langsung beriman kepada Islam.
Pelajaran dari Peristiwa Thaif
1. Kesabaran dalam Berdakwah – Nabi ﷺ tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan, tetapi tetap berharap kebaikan bagi orang-orang yang menolak beliau.
2. Keimanan yang Kuat – Meskipun mengalami penderitaan berat, Rasulullah ﷺ tetap yakin bahwa Allah akan menolongnya.
3. Kasih Sayang Rasulullah ﷺ – Beliau lebih memilih mendoakan kebaikan bagi penduduk Thaif daripada meminta hukuman bagi mereka.
4. Pertolongan Allah Selalu Datang – Meskipun manusia menolak, Allah selalu memberi pertolongan dari arah yang tak terduga, seperti melalui Addas.
Beberapa tahun setelah peristiwa ini, Islam akhirnya tersebar luas, dan suku Tsaqif di Thaif pun akhirnya masuk Islam setelah Fathu Makkah.
Peristiwa di Thaif adalah salah satu momen paling menyedihkan dalam kehidupan Rasulullah ﷺ, tetapi juga menunjukkan keteguhan hati dan kasih sayang beliau terhadap umat manusia.